Pembagian Najis dalam Syariat Islam
1. Berdasarkan Tingkat Kesulitan Pensucian
Jenis-jenis najis oleh mazhab Asy-Syafi'iyah dibedakan berdasarkan tingkat kesulitan dalam mensucikan atau menghilangkannya. Ada yang sangat mudah untuk menghilangkan bahkan meski secara fisik sebenarnya belum hilang tapi secara hukum sudah dianggap suci cukup dengan melakukan ritual tertentu. Dan sebaliknya ada yang sangat berat bahkan meski secara fisik sebenarnya najis itu sudah hilang tetapi masih tetap dianggap najis bila belum dilakukan ritual tertentu. Dan yang ketiga adalah najis yang berada di tengah-tengah.a. Najis Ringan
Najis ringan sering juga diistilahkan dengan mukhaffafah (ﻣﺨﻔّﻔﺔ). Disebut ringan karena cara mensucikannya sangat ringan yaitu tidak perlu najis itu sampai hilang. Cukup dilakukan ritual sederhana sekali yaitu dengan memercikkannya dengan air dan tiba-tiba benda najis itu berubah menjadi suci. Satu-satunya najis ini adalah air kencing bayi laki-laki yang belum makan apa pun kecuali air susu ibu.Bila bayi itu perempuan maka air kencingnya tidak termasuk ke dalam najis ringan tetapi tetap dianggap najis seperti umumnya. Demikian juga bila bayi laki-laki itu sudah pernah mengkonsumsi makanan yang selain susu ibu seperti susu kaleng buatan pabrik maka air kencingnya sudah tidak lagi bisa dikatakan najis ringan. Semua ini tidak ada alasan ilmiyahnya karena semata-mata ketentuan ritual dari Allah SWT. Allah SWT sebagai Tuhan maunya disembah dengan cara itu.
Dasarnya adalah hadits berikut ini :
Dari As-Sam'i radhiyallahu anhu berkata bahwa Nabi SAW bersabda"Air kencing bayi perempuan harus dicuci sedangkan air kencing bayi laki-laki cukup dipercikkan air saja. (HR. Abu Daud An-Nasai dan Al-Hakim)
b. Najis Berat
Najis berat sering diistilahkan sebagai najis mughalladzhah (ﻣُﻐَﻠﱠﻈَﺔ). Disebut najis yang berat karena tidak bisa suci begitu saja dengan mencuci dan menghilangkannya secara fisik tetapi harus dilakukan praktek ritual tertentu. Ritualnya adalah mencuci dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. Pencucian 7 kali ini semata-mata hanya upacara ritual.Demikian juga penggunaan tanah sama sekali tidak dikaitkan dengan manfaatnya. Penggunaan tanah itu tidak diniatkan misalnya untuk membunuh bakteri virus atau racun tertentu yang terkandung pada najis itu. Tetapi semata-mata hanya ritual dimana Allah SWT ingin disembah dengan cara itu.Maka penggunaan tanah tidak bisa diganti dengan sabun, deterjen, pemutih, pewangi atau bubuk-bubuk kimawi lainnya yang didesain mengandung zat ini dan itu.
Dasar dari semua ini adalah hadits Rasulullah SAW :
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sucinya wadah air kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali salah satunya dengan tanah. (HR. Muslim)
Dalam mazhab Asy-Syafi'i najis berat hanya dua saja yaitu anjing dan babi.